Monday, 7 June 2021

KOMODO Seharga 50 Rupiah

 Oleh : Ismail Yusuf


Komodo (Varanus komodoensis) merupakan  satu-satunya kadal terbesar yang ada di Indonesia, tepatnya  di  Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk menjaga dan merawat komodo  kita perlu melindungi alam dan lingkungan yang ada di sekitarnya. 

Pasca ditetapkan sebagai The New 7 Wonders of Nature pada tahun 2012 lalu membuat pulau ini semakin ramai perhatiannya di kalangan ilmuwan untuk melakukan penelitian (research), tentang asal-usul komodo, keberlangsungan hidup komodo, rahasia kekuatan komodo dan lain sebagainya.

komodo kini telah menjadi ikon dunia yang menyita perhatian baik di bidang seni, ekonomi, sosial, politik dan budaya, nilai ukurnya yang pernah terpatri pada  uang koin 50 rupiah, kini  menjadi mahal tak ternilai, bahkan sulit dibandingi dengan nilai yang sesungguhnya. 

Tuhan membentuk alam semesta pada pulau komodo dengan pola susunan yang indah dalam berbagai aspek, apakah biologi, fisika, kimia, geologi maupun hidrologi beserta semua kaidah sains yang membuat alam dan lingkungan di sekitar pulau ini terasa bak surga dunia yang tak pernah jenuh untuk dinikmati sepanjang habitat komodo tetap terjaga.

Dengan ditetapkannya sebagai The New 7 Wonders of Nature muncul ide-ide gila dari berbagai kalangan baik pemerintah sendiri maupun swasta untuk menata dan mengembangkan kawasan yang ada di pulau komodo. 

Proyek “jurassic park” merupakan salah satu program pemerintah dalam penataan dan pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo.

Namun tak sedikit pandangan dari berbagai tokoh masyarakat, LSM dan lainnya yang menolak proyek yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pembangunan Proyek "Jurassic Park" akan merusak habitat dan keberlangsungan hidup satwa komodo serta mematikan kearifan lokal masyarakat setempat. 

Komodo sudah nyaman dengan alam, lingkungan dan masyarakat setempat. Jiwa dan raganya sudah terbentuk secara alamiah untuk beradaptasi dengan keadaan disekitarnya.

Jangan biarkan kami punah, anggaplah kami seperti dahulu kala dengan nilai 50 rupiah jangan pandang kami di atas 50 rupiah, nanti kami punah. Kami sudah aman dan nyaman dengan kehidupan kami, lindungilah kami dengan penuh rasa kasih dan sayang. Demikian ungkapan suara hati atas nama Komodo bagi pelestarian suatu peradaban purba.



Monday, 31 May 2021

TNK dalam Bayangan Kecaman Publik

Oleh : Tresia Naffi


Sebuah gambar dengan latar komodo yang menghadang sebuah truk sempat viral belakangan ini, diketahui adanya tiang pancang terlihat dalam muatannya. What has happened? Sebuah proyek pengembangan destinasi premium sedang dikembangkan. Jurassic Park. Novelitas dari pembangunan mega proyek berimplikasi pada ketidak-seimbangan ekologi walaupun sektor ekonomi mengagung-agungkan potensi cadangan devisa. Lingkungan yang bersentuhan dengan ekonomi tidak selalu dilihat sebagai keuntungan semata. Bukan rahasia umum bahwa alasan penguatan ekonomi mempertaruhkan lingkungan atas nama booster bagi kemakmuran. Bahkan sejatinya harus dikerjakan secara maksimal demi penambahan fasilitas, perluasan infrastruktur dan memperkuat sisi pemasaran. Apa yang diinginkan dari sebuah pembangunan mega destinasi wisata. Sejak dibuka pada 16 Maret 1980, Taman Nasional Komodo (TNK) ditujukan bagi kawasan Konservasi dan diresmikan oleh UNESCO sebagai salah satu situs warisan dunia pada tahun 1991. Selain itu juga TNK mendapat gelar Cagar Manusia dan Biosfer. Kawasan konservasi TNK mencakup Pulau Komodo, Rinca dan Padar. Tujuan yang diharapkan dalam pembukaan TNK adalah pelestarian hewan purba, Varanus Komodoensis, disamping perlindungan keseluruhan keanekaragaman hayati termasuk bahari  yang ada di kawasan. Mungkin sudah ada kajian berkaitan Pembangunan Jurassic Park, entah. Patut disayangkan jika mendukung kemerosotan ekologi. Pertimbangan seperti apa yang diambil saat rencana besar yang diusung terhambat dengan retensi naturalis. Pengembangan awal biasanya dilakukan dengan membabat habis vegetasi dasar berupa perdu dan tanaman endemik, berimbas pada hilangnya spesies di habitat aslinya. Aspek yang tidak kalah penting semacam pembukaan akses jalan dan transportasi darat, tentu mengarah pada kebisingan dan peningkatan polusi secara signifikan mengancam keberadaan spesies di kawasan. Bahkan falisiltas yang dibangun kebanyakan berbeda fungsi dengan daya dukung peruntukan suatu Taman Nasional. Kekhawatiran baru muncul akibat perubahan struktur tanah, sistem resapan air serta erosi dan perubahan bentang alam akibat gerusan air hujan. Dampak yang berpotensi buruk, semakin menguatkan degradasi terkait penggunaan energi bahan bakar fosil, menumpuknya sampah yang menurunkan kualitas alami lingkungan. Pemikiran baru terkait penguatan pariwisata sebagai katalis devisa dengan mempertimbangkan aspek keseimbangan ekologi. Pro kontra melibatkan argumen akan tersingkirnya peradaban sosial budaya  dalam kecaman terhadap kepentingan investasi. Mengenai terangkatnya pamor di tengah persaingan ecotourism. Walupun di kawasan lain ketenarannya bukan mewakili kekhususan setempat. Namun lagu baru yang mewakili environmentalist diketahui kurang menyetujui fokus langsung ekonomi di kawasan TNK. Masyarakat lebih memilih untuk mengadopsi keuntungan jangka pendek, pengaruh strategis dan pengembangan kawasan super mega premium, boleh saja memperhatikan perluasan dan kejayaan TNK sebagai ikon pariwisata nasional, bagaimana jika pengembangan destinasi di kawasan memberikan masing-masing peran yang saling mendukung bagi pemerataan kesejahteraan, its no comment! Stop pembangunan infrastruktur yang tidak ramah lingkungan dan jauh dari prinsip pengembangan pariwisata berkelanjutan. Sebaiknya perencanaan secara menyeluruh dan terpadu diupayakan dengan pemberian penataan yang lebih ramah ekologi, perlu mempertimbangkan kembali konsep Rencana Induk Pengembangan Pariwisata. 

Sunday, 30 May 2021

PERENCANAAN PENATAAN PEMUKIMAN KUMUH DI KAWASAN PESISIR PANTAI KOMODO BERBASIS MASYARAKAT

 

Oleh : Lobo Djari


* Mahasiswa PPs Ilmu Lingkungan Undana Kupang NTT


Desa Komodo merupakan desa pesisir di pulau komodo yang aktivitasnya yang berkembang pesat adalah aktivitas dalam permukiman, perdagangan informal, pendaratan ikan, penjemuran ikan, perbaikan dan pembuatan jaring, perbaikan dan pembuatan perahu dan aktivitas pendukung lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung akan membentuk pola ruang permukiman nelayan. Berbagai macam kegiatan tersebut mendorong kebutuhan akan ruang dengan sarana dan prasarananya. Beragamnya kegiatan pada masyarakat nelayan akan membentuk pola ruang sesuai dengan karakter fisik wilayah, kondisi sosial dan kondisi ekonomi dari nelayan sendiri. Berdasarkan latar belakang kehidupan masyarakat komodo, butuh perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin melalui penataan lingkungan permukiman yang teratur aman kontak fisik dengan hewan komodo, lingkungan yang sehat rumah yang layak huni seta infrastrukutur yang mamadaisehingga ada perubahan dalam perekonomian, sosial kesehatan dan budaya. Pembangunan infrastruktur tidak hanya menjadi tugas Pemerintah/Pemerintah Daerah saja, namun juga memerlukan keterlibatan masyarakat melalui pemberdayaan. Keterlibatan masyarakat melalui penyelenggaraan infrastruktur permukiman dapat mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan sehingga perlu ada upaya yang dapat mendorong partisipasi, produktifitas, dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sendiri merupakan upaya untuk meningkatkan keberdayaan komunitas sehingga menemukan potensi-potensi yang ada dan mampu mengidentifikasi kebutuhan (needs) masyarakat, dalam hal ini masyarakat hanya butuh pemenuhan sandang, pangan dan papan. Pemberdayaan secara prinsip bertujuan untuk meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap hasil pembangunan, meningkatkan rasa tanggungjawab masyarakat untuk memanfaatkan dan memelihara hasil pembangunan yang telah dilaksanakan, sehingga keberlanjutan, pembangunan yang sesuai kebutuhan masyarakat dan karakteristik wilayahnya serta tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah (Widyo, 2013)

  Untuk pembangunan kawasan pesisir pantai di pulau komodo harus mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992, pemerintah mengubah fungsi suaka margasatwa untuk Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar dengan luas 40.728 hektar, dan menunjuk perairan laut di sekitarnya dengan luas 132.572 hektar menjadi TNK, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dinyatakan bahwa pengelolaan taman nasional dilakukan dengan sistem zonasi. Secara sederhana, zonasi taman nasional bisa dikatakan sebagai proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona. “Pembagian wilayah konservasi taman nasional”, mengacu pada ketentuan tentang zonasi tersebut, tahun 2001 zonasi TNK ditetapkan menjadi 10 zona. Pada 2012, jumlah zona ini menyusut menjadi sembilan. Zonasi tahun 2012 ini yang digunakan sebagai acuan pengelolaan TNK sampai sekarang.

khususnya terkait dengan keberadaan kawasan permukiman kumuh di pesisir pantai, diidentifikasi memerlukan penanganan dan pengendalian dari waktu ke waktu. Dalam dinamika pembangunan kawasan pesisir pantai 2 (dua) gejala yang berkembang secara bersamaan yaitu, (a) perkembangan kawasan permukiman kumuh baik slum maupun squatter dan (b) perkembangan kawasan permukiman yang terencana yang difasilitasi oleh pihak pengembang perumahan. Kedua hal tersebut terkait dengan penyiapan infrastruktur dasar dan berjalan sejajar dengan dinamika perkembangan dan pertambahan jumlah penduduk. Kondisi ini umumnya terjadi pada daerah kawasan pesisir pantai utama di Indonesia yang mengalami perkembangan sangat cepat dan signifikan, termasuk dalam hal ini adalah kawasan pesisir pantai komodo Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur.

 Pertumbuhan penduduk pada akhirnya berdampak pada tingginya kebutuhan akan penyediaan lahan untuk pembangunan kawasan permukiman pesisir pantai dan pemenuhan kebutuhan infrastruktur beserta fasilitasnya. Dengan demikian di identifikasi masalah permukiman pesisir. Doxiadis (1970), menyebutkan bahwa ada 5 elemen dasar permukiman yaitu alam, manusia, sosial, struktur bangunan, dan infrastruktur serta permukiman adalah tempat hidup dan berkehidupan. Perkembangan suatu desa di kawasan pesisir pantai, khususnya di kabupaten Manggarai Barat pada prinsipnya didasarkan pada tuntutan kebutuhan kebutuhan masyarakat, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana dasar dalam satu kesatuan kawasan permukiman pesisir pantai. Peningkatan jumlah penduduk di kawasan pedesaan komodo Kabupaten Manggarai Barat telah mengakibatkan tuntutan pemenuhan kebutuhan akan permukiman beserta sarana dan prasarana lingkungan, serta infrastruktur yang lebih memadai dan layak huni, di identifikasi akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara teoritis kawasan permukiman merupakan sekumpulan rumah yang tak terpisahkan dengan sarana dan prasarananya untuk mendukung kehidupan penghuninya. Dengan demikian pembangunan kawasan permukiman pesisir pantai, secara umum sering di permasalahkan, dalam hal jumlah unit yang terbangun serta diindikasikan tidak sebanding dengan angka pertumbuhan jumlah penduduk, termasuk kualitas bangunan permukiman yang dianggap tidak memenuhi standar kualitas layak huni, syarat estetika serta memenuhi kelengkapan infrastruktur yang memadai, sebagai bagian dari sistem atau satu kesatuan kawasan perkotaan, termasuk  Hasil akhir perencanaan tersebut adalah berupa rumusan konsep perencanaan infrastruktur berbasis masyarakat sehingga dari partisipasi perilaku masyarakat terhadap lingkungan bisa meningkatkan kebutuhan dan perbaikan lingkungan serta terlindung dari serangan komodo.

Thursday, 27 May 2021

INTERAKSI DENGAN MANUSIA MENGGANGGU KESEJAHTERAAN KOMODO

Nama : Nur Asril Yuda F

NIM : 2011030008

MAHASISWA PROGRAM PASCA SARJANA PRODI ILMU LINGKUNGAN UNDANA


Dasar Teori : Salah satu misi PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia) adalah “Meningkatkan lingkaran pengarusutamaan dan kepedulian terhadap kesehatan masyarakat veteriner, kesehatan lingkungan dan kesejahteraan hewan”.

Kesejahteraan hewan didefinisikan segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia (Undang-undang 18 Tahun 2009 juncto Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan).

Ada 5  Prinsip Kesrawan (5 Freedom), yaitu :

Bebas dari rasa lapar, haus dan malnutrisi (freedom from hunger, thirsty, and  malnutirition)

 Bebas dari rasa tidak nyaman fisik dan suhu udara (freedom from discomfort physically and air temperature)

Bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit (freedom from pain, injury and disease)

Bebas dari rasa takut dan tertekan (freedom from fear and distress)

Bebas untuk menampilkan perilaku alaminya (freedom to express natural behaviour)

Saya ingin mengangkat Salah satu topik tentang “Haruskah komodo dipisahkan dari manusia?” 

Komodo termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup. Lalu ada pertanyaan yang beredar tentang Komodo dengan hewan lain ? Mungkin kita bisa mengambil contoh bedanya dengan Biawak, karena kedua spesies tersebut mempunyai nenek moyang yg sama yaitu megalania.

Setelah melakukan penelitian selama tiga tahun belakangan ini, ilmuwan berhasil menggali fosil di Australia timur yang berusia sekitar 300.000-4 juta tahun lalu yang ternyata berasal dari nenek moyang komodo. "Saat kami membandingkan fosil ini dengan tulang komodo masa kini, mereka sangat identikal," jelas Scott Hocknull, pakar palaentologi vertebrata dari Queensland Museum di Australia. Selama masa 4 juta tahun lalu, Australia menjadi tempat asal hewan melata terbesar, seperti Megalania dengan panjang 5 meter, yang mulai punah sejak 40.000 tahun lalu. "Kini kita juga tahu bahwa Australia adalah tempat asal muasal komodo," jelas Hocknull. Megalania prisca dan Varanus komodoensis adalah contoh dari famili Varanidae. Dua spesies ini memiliki perbedaan yang mencolok, yakni Megalania prisca hidup ribuan tahun lalu dan sekarang telah punah sedangkan Biawak Komodo masih hidup sekarang. Bentuk tubuh rata-ratanya pun berbeda, sesuai namanya Megalania memiliki tubuh besar dan dapat memiliki panjang hingga 7-8 meter sedangkan Komodo hanya 2-3 meter. Tetapi dua spesies ini memiliki persamaan, yaitu sama-sama Biawak (genus varanus) cuma Komodo adalah versi kecil dari Megalania. Ini menandakan adanya hubungan yang erat antara Megalania dan Komodo.

Demi mempertahankan karakter dan habitat komodo yang asli, Gubernur NTT Viktor Laiskodat, berencana untuk menutup Taman Nasional Komodo (TNK) Loh Liang di Pulau Komodo selama satu tahun. Kalimat yang disampaikan Gubernur NTT Viktor Laiskodat berhubungan dengan prinsip Kesrawan poin ke 5 yaitu Bebas untuk menampilkan perilaku alaminya (freedom to express natural behaviour). Viktor merujuk pada praktik lalu di masa lalu ketika turis sering memberi makanan untuk komodo. Menurutnya, hal itu mengubah karakter komodo menjadi jinak dan malas.

Domestikasi atau penjinakan merupakan pengadopsian tumbuhan dan hewan dari kehidupan liar ke dalam lingkungan kehidupan sehari-hari manusia. Peluang paling besar dari domestikasi jenis-jenis satwa liar adalah meningkatkan ketahanan pangan dan implikasi dari nilai ekonomi yang dimiliki. Dari aspek konservasi, secara tidak langsung peningkatan populasi secara terkendali populasi satwa tersebut dapat menurunkan statusnya dari satwa dilindungi atau bahkan kemudian dapat menjadi hewan ternak yang dapat dipelihara masyarakat secara luas. (Mukhlisi, 2018). 

Bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dikatakan oleh Gubernur NTT Victor Laiskodat tentang Komodo menjadi jinak karena interaksi manusia dengan hewan purba tersebut, seperti contohnya turis yang memberi makan Komodo dan berkurangnya mangsa dari Komodo yang diakibatkan oleh perburuan liar menyebabkan Komodo bisa saja jadi hasil dari Domestikasi, karena bukan tidak mungkin Komodo juga akan terpengaruh karena terganggunya Kebiasaan berburu mereka dan akhirnya menjadi hewan yang jinak. Proses domestikasi memang membutuhkan waktu yang lama, namun menurut sejarah ada beberapa hewan yang berhasil di domestikasi, contohnya kerabat dekat Komodo Varanus Salvator dan beberapa jenis Reptil lainnya. 

Berdasarkan hasil penelitian dari sejumlah peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB). "Olahan data sementara menunjukkan bahwa sekarang komodo yang ada di Loh Buaya cenderung bergerak lebih aktif dibandingkan ketika 2019," kata Dr Mirza Kusrini dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IV DPR RI tentang pembangunan fasilitas wisata di Loh Buaya, Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT), dipantau virtual dari Jakarta pada Senin (23/11). Peneliti IPB juga menemukan bahwa kondisi populasi dan habitat di TN Komodo masih dalam kondisi terjaga. Diperkirakan terdapat sekitar 3.022 ekor komodo yang berada di seluruh TN Komodo, atau naik dari 2.897 ekor pada 2018 ( https://republika.co.id ).

Menurut informasi dari beberapa Dokter Hewan yang bekerja di TNK, kegiatan di TNK mengikuti perencanaan kegiatan yang sudah ditetapkan dari Balai TNK. Adapun beberapa kegiatan tersebut adalah :

Pemeriksaan rutin sampel feses komodo yang terinfestasi parasit.

Pengamatan pola penyebaran penyakit (Epidemiologi) yang dapat menginfeksi Komodo.

Monitoring populasi komodo.

Monitoring populasi satwa selain komodo yang terdapat di TNK seperti rusa, babi hutan, burung kakatua jambul kuning, burung gagak.

Solusi yang dapat saya berikan terkhusus kepada Masyarakat sekitar Pulau Komodo, turis dan pemerintah, yaitu :

Masyarakat dan turis harus mengurangi interaksi dengan Komodo.

Masyarakat disekitar Pulau Komodo harus lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan sehari-hari terutama menjaga anak kecil agar tidak bermain terlalu jauh, karena dapat mengakibatkan kecelakaan fatal bila bertemu dengan Komodo.

Pemerintah harus melakukan kerja ekstra terkait dengan niat membangun Jurassic Park di TNK, karena Komodo adalah hewan purba yang sudah hidup dari ratusan ribu tahun yang lalu dengan kebiasaan hidup yang tidak bisa di bandingkan dengan hewan liar lain di kebun binatang.

Pemerintah Indonesia harus belajar dari Negara lain seperti Australia yang berhasil dengan Ekowisata Pulau Kanguru.


Membangun Jurassic Park alangkah lebih baik dibangun di daerah lain atau pulau tak berpenghuni, melihat di NTT juga masih banyak pulau yang tidak berpenghuni, serta melakukannya secara bertahap. Karena melihat kondisi untuk merelokasi masyarakat di pulau Komodo juga sangat tidak mungkin untuk di lakukan.



RUJUKAN :

https://pdhi.or.id/visi-misi/ 

https://disnakkeswan.ntbprov.go.id/kesejahteraan-hewan-/ 

https://sebutkanitu.blogspot.com/2019/02/penjinakan-hewan-liar-menjadi-hewan.html 

https://republika.co.id/berita/nasional/umum/qk8sy4370/peneliti-aktivitas-manusia-minim-komodo-lebih-aktif 

http://sh4re-info.blogspot.com/2011/11/perbedaan-komodo-dengan-biawak.html 









Tuesday, 25 May 2021

Kosong

 Halaman kosong

“JANGAN PISAHKAN KAMI DARI PULAU KOMODO!!!”

 Eksotisme desa di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini sudah diakui dunia. Pulau Komodo dan Pulau Rinca sendiri sudah ditetapkan sebagai taman nasional sejak 1980 untuk melindungi satwa komodo atau Varanus Komodoensis, hewan endemik purba yang hanya bisa ditemukan di NTT.  Bahkan turis asing menyebutnya pintu gerbang 'Jurassic Park' Indonesia. Tidak jauh dari Labuan Bajo terdapat Taman Nasional Komodo (TNK), yang merupakan rumah bagi hewan purba komodo. Namun belakangan ini, kawasan tersebut telah menjadi perbincangan hangat mengenai penataan dan pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) yang dianggap menjadi konflik karena ada potensi berkurangnya wilayah kelola masyarakat akibat privatisasi. Berbagai kalangan menganggap proyek tersebut akan merusak habitat asli komodo, menyingkirkan penduduk setempat dan dilakukan hanya demi kepentingan investasi. Melihat dari prespektif bidang pertanian, maka beberapa hal berikut menjadi perhatian bersama sebagai akibat dari proyek di TN Komodo yaitu :


Struktur mata pencaharian masyarakat komodo yang berubah. Hanya dalam kurun waktu kurang dari waktu 30 tahun, penduduk komodo mengalami perubahan mata pencarian sebanyak tiga kali. Mereka pernah berburu dan meramu, berkebun, bertani, bekerja sebagai nelayan, dan kini menjadi pematung dan penjual souvenir.

Memasuki tahun 1997 keadaan ini mulai nampak ditandai dengan beberapa orang mulai bekerja sebagai pengrajin patung dan penjual souvenir. Mula-mula hanya kelompok kecil, namun sekarang menjadi kelompok besar. Sementara jumlah nelayan, petani maupun peladang sudah menurun drastis sebagai akibat  berkurangnya lahan. Hal ini pun merupakan bagian dari pengikisan kebiasaan yang sudah menjadi turun temurun. Proses peminggiran warga lokal yang masuk di dalam kawasan Taman Nasional Komodo serta ancaman-ancaman yang akan dihadapi oleh warga lokal di masa depan dan proses pengalihan pekerjaan penduduk komodo ini secara perlahan menghancurkan hak mereka atas karya, tradisi, dan lingkungan hidup bebas.

TNK dan sekitarnya merupakan kawasan Taman Nasional, maka seharusnya pemerintah benar-benar mengkaji dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan infrastruktur. Sementara dampak terhadap masyarakat, akan terjadi konflik sumber daya lahan dan perebutan sumber daya yang pada akhirnya merugikan masyarakat. Konflik akan terjadi karena ada potensi berkurangnya wilayah kelola masyarakat akibat privatisasi. Adanya konsep ini dirasa menghilangkan konsep-konsep hak masayarakat lokal dengan mengkampling wilayah/zonasi pertanian/perkebunan yang menjadi milik masyarakat 

Seperti yang dialami oleh Warga Ata Modo, yang merupakan warga asli pulau Rinca sejak dahulu kala. Mereka menjadi korban atas pembangunan proyek ini yang mengakibatkan warga sekitar kehilangan 151,9 hektar lahan perkebunan mereka kerena akan dijadikan salah satu lokasi pembangunan sarpras yang ada. Selain kehilangan lahan akibat pembangunan sarpras yang besar-besaran dan boros lahan, dengan dalil bahwa hal ini akan meningkatkan kunjungan wisatawan, efek negatif lain yang dapat terjadi kepada masyarakat sekitar ialah masyarakat yang memiliki usaha seperti penginapan, usaha tour guide, usaha penyewaan kapal, dan lain-lain akan terancam tersingkirkan akibat dari kehadiran perusahaan swasta yang mendapatkan izin dari KLHK untuk membangun bisnis jasa wisata di pulau-pulau tersebut.

Terjadinya potensi perubahan bentang alam akibat pembangunan infrastruktur yang berdampak pada gangguan terhadap biodiversitas alam. Kemudian terjadi gangguan air tanah hingga potensi residu dari Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) seperti sampah dan limbah. Ini merupakan dampak lain yang juga dapat mengganggu ekosistem dan tempat hidup dari komodo itu sendiri. Ruang hidup dan penghidupan (habitat) satwa komodo dan hewan lainnya akan terganggu. Siklus dan rantai eksosistem alamiah akan rusak. Suasana alam yang liar akan menjadi bising dan tidak terelakkan akan menyebabkan polusi (tanah dan udara).

Maka dari itu, berdasarkan uraian di atas, saya menyimpulkan beberapa hal berikut :

Perlunya mengingatkan dan mengawasi kegiatan pemerintah dalam pembangunan konservasi Taman Nasional Komodo 

Mengembalikan hak-hak rakyat seperti tanah, aset dan kebiasaan lainnya yang merupakan tradisi dar penduduk komodo.

Mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk terus mengawal isu-isu ekologi secara bersama-sama, khususnya atas pembangunan mega proyek di Taman Nasional Komodo agar tidak merusak habitat dan lingkungan didalamnya.

Perlunya dibentuk kader konservasi untuk turut membantu mengelola dalam mensosialisasikan peraturan dan pnyadaran fungsi-fungsi konservasi kawasan.


Ancaman Kepunahan pada Komodo

 Ekologi manusia adalah suatu kajian interaksi antra manusia dan lingkungan sekitar. berbicara mengenai ekologi sangat berkaitan dengan ekosistem , dimana teridiri dari berbagai komponen penyusunannya, yaitu faktor biotik dan abiotik. faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan dan mikroba. dalam pekembangannya manusia dengan kelebihan yang memiliki akal dan pikiran, terhadap kemajuan teknologi merupakan makhluk yang paling berkuasa di alam ini. 

kasus komodo (Varanus komodoensis)berkeliaran di tengah pemukiman masyarakat menunjukan bahwa hubungan manusia dalam perspektif ilmu ekologi manusia sedang dalam keadaan buruk atau dengan kata lain habitat komodo dalam keadaan terganggu.

Hal ini terjadi karena manusia dengan segala kekuasaannya telah merusak ekosistemnya contonya pembakaran hutan, pembungan sampah maupun pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. kegiatan pembakaran savana merupakan salah satu ancaman antropogenik yang dapat mengancam keberadaan komodo. bukan karena komodo yang akan terbakar, tetapi karena akan mengakibatkan mangsanya berkurang sebagai akibat rusaknya habitat (savana) sehingga akan mempengaruhi populasi satwa mangsa dan komodo itu sendiri. perlu diketahui komodo merupakan salah satu hewan langkah didunia selain itu komodo juga merupakan reptil terbesar yang ada di dunia. pelaku wisata dan warga di dalam dan sekitar kawasan TN Komodo adalah perubahan tak terkendali yang disebabkan oleh aktivitas pembangunan pada habitat alami ini. selain itu pembangunan yang akan di laksanakan di TNK akan mengurangi ruang gerak dari komodo,karena adanya pembangunan gedung atau fasilitis-fasilitas. bukan tak mungkin perubahan itu akan berujung pada ancama kepunahan komodo. Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatian dalam pelestarian komodo agar terhindar dari ancaman kepunahan:

1. Mejaga kelestarian alam,artinya dalam prospek pembangunan yang terjadi di pulau komodo sebaiknya meperhatikan alam dalam hal ini tidak mengganggu komodo dalam interaksinya dengan alam (kenyamanan)

2. Mempelajari karakteristik komodo,hal ini sangat penting karena jika kita memahami habitat dan kebiasaan komodo maka akan memberikan pandangan dalam menjaga dan melestarikan komodo agar tidak punah.

3. Melakukan program pembangunan berkelanjutan atau program pembangunan yang berprinsip pada pemenuhan kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.,dalam hal ini rencana pembanguna yang terjadi di pulau komodo atau bahkan di sekitar pulau tersebut harus memeliki program kerberlanjutan.

4. Konsep parawisata di TNK harus bersifat ramah lingkungan dan melakukan kajian kajian sosio-antropologis,ekologis, dan kajian ekonomis