Nama : Nur Asril Yuda F
NIM : 2011030008
MAHASISWA PROGRAM PASCA SARJANA PRODI ILMU LINGKUNGAN UNDANA
Dasar Teori : Salah satu misi PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia) adalah “Meningkatkan lingkaran pengarusutamaan dan kepedulian terhadap kesehatan masyarakat veteriner, kesehatan lingkungan dan kesejahteraan hewan”.
Kesejahteraan hewan didefinisikan segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia (Undang-undang 18 Tahun 2009 juncto Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan).
Ada 5 Prinsip Kesrawan (5 Freedom), yaitu :
Bebas dari rasa lapar, haus dan malnutrisi (freedom from hunger, thirsty, and malnutirition)
Bebas dari rasa tidak nyaman fisik dan suhu udara (freedom from discomfort physically and air temperature)
Bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit (freedom from pain, injury and disease)
Bebas dari rasa takut dan tertekan (freedom from fear and distress)
Bebas untuk menampilkan perilaku alaminya (freedom to express natural behaviour)
Saya ingin mengangkat Salah satu topik tentang “Haruskah komodo dipisahkan dari manusia?”
Komodo termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup. Lalu ada pertanyaan yang beredar tentang Komodo dengan hewan lain ? Mungkin kita bisa mengambil contoh bedanya dengan Biawak, karena kedua spesies tersebut mempunyai nenek moyang yg sama yaitu megalania.
Setelah melakukan penelitian selama tiga tahun belakangan ini, ilmuwan berhasil menggali fosil di Australia timur yang berusia sekitar 300.000-4 juta tahun lalu yang ternyata berasal dari nenek moyang komodo. "Saat kami membandingkan fosil ini dengan tulang komodo masa kini, mereka sangat identikal," jelas Scott Hocknull, pakar palaentologi vertebrata dari Queensland Museum di Australia. Selama masa 4 juta tahun lalu, Australia menjadi tempat asal hewan melata terbesar, seperti Megalania dengan panjang 5 meter, yang mulai punah sejak 40.000 tahun lalu. "Kini kita juga tahu bahwa Australia adalah tempat asal muasal komodo," jelas Hocknull. Megalania prisca dan Varanus komodoensis adalah contoh dari famili Varanidae. Dua spesies ini memiliki perbedaan yang mencolok, yakni Megalania prisca hidup ribuan tahun lalu dan sekarang telah punah sedangkan Biawak Komodo masih hidup sekarang. Bentuk tubuh rata-ratanya pun berbeda, sesuai namanya Megalania memiliki tubuh besar dan dapat memiliki panjang hingga 7-8 meter sedangkan Komodo hanya 2-3 meter. Tetapi dua spesies ini memiliki persamaan, yaitu sama-sama Biawak (genus varanus) cuma Komodo adalah versi kecil dari Megalania. Ini menandakan adanya hubungan yang erat antara Megalania dan Komodo.
Demi mempertahankan karakter dan habitat komodo yang asli, Gubernur NTT Viktor Laiskodat, berencana untuk menutup Taman Nasional Komodo (TNK) Loh Liang di Pulau Komodo selama satu tahun. Kalimat yang disampaikan Gubernur NTT Viktor Laiskodat berhubungan dengan prinsip Kesrawan poin ke 5 yaitu Bebas untuk menampilkan perilaku alaminya (freedom to express natural behaviour). Viktor merujuk pada praktik lalu di masa lalu ketika turis sering memberi makanan untuk komodo. Menurutnya, hal itu mengubah karakter komodo menjadi jinak dan malas.
Domestikasi atau penjinakan merupakan pengadopsian tumbuhan dan hewan dari kehidupan liar ke dalam lingkungan kehidupan sehari-hari manusia. Peluang paling besar dari domestikasi jenis-jenis satwa liar adalah meningkatkan ketahanan pangan dan implikasi dari nilai ekonomi yang dimiliki. Dari aspek konservasi, secara tidak langsung peningkatan populasi secara terkendali populasi satwa tersebut dapat menurunkan statusnya dari satwa dilindungi atau bahkan kemudian dapat menjadi hewan ternak yang dapat dipelihara masyarakat secara luas. (Mukhlisi, 2018).
Bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dikatakan oleh Gubernur NTT Victor Laiskodat tentang Komodo menjadi jinak karena interaksi manusia dengan hewan purba tersebut, seperti contohnya turis yang memberi makan Komodo dan berkurangnya mangsa dari Komodo yang diakibatkan oleh perburuan liar menyebabkan Komodo bisa saja jadi hasil dari Domestikasi, karena bukan tidak mungkin Komodo juga akan terpengaruh karena terganggunya Kebiasaan berburu mereka dan akhirnya menjadi hewan yang jinak. Proses domestikasi memang membutuhkan waktu yang lama, namun menurut sejarah ada beberapa hewan yang berhasil di domestikasi, contohnya kerabat dekat Komodo Varanus Salvator dan beberapa jenis Reptil lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian dari sejumlah peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB). "Olahan data sementara menunjukkan bahwa sekarang komodo yang ada di Loh Buaya cenderung bergerak lebih aktif dibandingkan ketika 2019," kata Dr Mirza Kusrini dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IV DPR RI tentang pembangunan fasilitas wisata di Loh Buaya, Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT), dipantau virtual dari Jakarta pada Senin (23/11). Peneliti IPB juga menemukan bahwa kondisi populasi dan habitat di TN Komodo masih dalam kondisi terjaga. Diperkirakan terdapat sekitar 3.022 ekor komodo yang berada di seluruh TN Komodo, atau naik dari 2.897 ekor pada 2018 ( https://republika.co.id ).
Menurut informasi dari beberapa Dokter Hewan yang bekerja di TNK, kegiatan di TNK mengikuti perencanaan kegiatan yang sudah ditetapkan dari Balai TNK. Adapun beberapa kegiatan tersebut adalah :
Pemeriksaan rutin sampel feses komodo yang terinfestasi parasit.
Pengamatan pola penyebaran penyakit (Epidemiologi) yang dapat menginfeksi Komodo.
Monitoring populasi komodo.
Monitoring populasi satwa selain komodo yang terdapat di TNK seperti rusa, babi hutan, burung kakatua jambul kuning, burung gagak.
Solusi yang dapat saya berikan terkhusus kepada Masyarakat sekitar Pulau Komodo, turis dan pemerintah, yaitu :
Masyarakat dan turis harus mengurangi interaksi dengan Komodo.
Masyarakat disekitar Pulau Komodo harus lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan sehari-hari terutama menjaga anak kecil agar tidak bermain terlalu jauh, karena dapat mengakibatkan kecelakaan fatal bila bertemu dengan Komodo.
Pemerintah harus melakukan kerja ekstra terkait dengan niat membangun Jurassic Park di TNK, karena Komodo adalah hewan purba yang sudah hidup dari ratusan ribu tahun yang lalu dengan kebiasaan hidup yang tidak bisa di bandingkan dengan hewan liar lain di kebun binatang.
Pemerintah Indonesia harus belajar dari Negara lain seperti Australia yang berhasil dengan Ekowisata Pulau Kanguru.
Membangun Jurassic Park alangkah lebih baik dibangun di daerah lain atau pulau tak berpenghuni, melihat di NTT juga masih banyak pulau yang tidak berpenghuni, serta melakukannya secara bertahap. Karena melihat kondisi untuk merelokasi masyarakat di pulau Komodo juga sangat tidak mungkin untuk di lakukan.
RUJUKAN :
https://pdhi.or.id/visi-misi/
https://disnakkeswan.ntbprov.go.id/kesejahteraan-hewan-/
https://sebutkanitu.blogspot.com/2019/02/penjinakan-hewan-liar-menjadi-hewan.html
https://republika.co.id/berita/nasional/umum/qk8sy4370/peneliti-aktivitas-manusia-minim-komodo-lebih-aktif
http://sh4re-info.blogspot.com/2011/11/perbedaan-komodo-dengan-biawak.html
No comments:
Post a Comment