Sunday, 30 May 2021

PERENCANAAN PENATAAN PEMUKIMAN KUMUH DI KAWASAN PESISIR PANTAI KOMODO BERBASIS MASYARAKAT

 

Oleh : Lobo Djari


* Mahasiswa PPs Ilmu Lingkungan Undana Kupang NTT


Desa Komodo merupakan desa pesisir di pulau komodo yang aktivitasnya yang berkembang pesat adalah aktivitas dalam permukiman, perdagangan informal, pendaratan ikan, penjemuran ikan, perbaikan dan pembuatan jaring, perbaikan dan pembuatan perahu dan aktivitas pendukung lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung akan membentuk pola ruang permukiman nelayan. Berbagai macam kegiatan tersebut mendorong kebutuhan akan ruang dengan sarana dan prasarananya. Beragamnya kegiatan pada masyarakat nelayan akan membentuk pola ruang sesuai dengan karakter fisik wilayah, kondisi sosial dan kondisi ekonomi dari nelayan sendiri. Berdasarkan latar belakang kehidupan masyarakat komodo, butuh perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin melalui penataan lingkungan permukiman yang teratur aman kontak fisik dengan hewan komodo, lingkungan yang sehat rumah yang layak huni seta infrastrukutur yang mamadaisehingga ada perubahan dalam perekonomian, sosial kesehatan dan budaya. Pembangunan infrastruktur tidak hanya menjadi tugas Pemerintah/Pemerintah Daerah saja, namun juga memerlukan keterlibatan masyarakat melalui pemberdayaan. Keterlibatan masyarakat melalui penyelenggaraan infrastruktur permukiman dapat mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan sehingga perlu ada upaya yang dapat mendorong partisipasi, produktifitas, dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sendiri merupakan upaya untuk meningkatkan keberdayaan komunitas sehingga menemukan potensi-potensi yang ada dan mampu mengidentifikasi kebutuhan (needs) masyarakat, dalam hal ini masyarakat hanya butuh pemenuhan sandang, pangan dan papan. Pemberdayaan secara prinsip bertujuan untuk meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap hasil pembangunan, meningkatkan rasa tanggungjawab masyarakat untuk memanfaatkan dan memelihara hasil pembangunan yang telah dilaksanakan, sehingga keberlanjutan, pembangunan yang sesuai kebutuhan masyarakat dan karakteristik wilayahnya serta tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah (Widyo, 2013)

  Untuk pembangunan kawasan pesisir pantai di pulau komodo harus mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992, pemerintah mengubah fungsi suaka margasatwa untuk Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar dengan luas 40.728 hektar, dan menunjuk perairan laut di sekitarnya dengan luas 132.572 hektar menjadi TNK, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dinyatakan bahwa pengelolaan taman nasional dilakukan dengan sistem zonasi. Secara sederhana, zonasi taman nasional bisa dikatakan sebagai proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona. “Pembagian wilayah konservasi taman nasional”, mengacu pada ketentuan tentang zonasi tersebut, tahun 2001 zonasi TNK ditetapkan menjadi 10 zona. Pada 2012, jumlah zona ini menyusut menjadi sembilan. Zonasi tahun 2012 ini yang digunakan sebagai acuan pengelolaan TNK sampai sekarang.

khususnya terkait dengan keberadaan kawasan permukiman kumuh di pesisir pantai, diidentifikasi memerlukan penanganan dan pengendalian dari waktu ke waktu. Dalam dinamika pembangunan kawasan pesisir pantai 2 (dua) gejala yang berkembang secara bersamaan yaitu, (a) perkembangan kawasan permukiman kumuh baik slum maupun squatter dan (b) perkembangan kawasan permukiman yang terencana yang difasilitasi oleh pihak pengembang perumahan. Kedua hal tersebut terkait dengan penyiapan infrastruktur dasar dan berjalan sejajar dengan dinamika perkembangan dan pertambahan jumlah penduduk. Kondisi ini umumnya terjadi pada daerah kawasan pesisir pantai utama di Indonesia yang mengalami perkembangan sangat cepat dan signifikan, termasuk dalam hal ini adalah kawasan pesisir pantai komodo Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur.

 Pertumbuhan penduduk pada akhirnya berdampak pada tingginya kebutuhan akan penyediaan lahan untuk pembangunan kawasan permukiman pesisir pantai dan pemenuhan kebutuhan infrastruktur beserta fasilitasnya. Dengan demikian di identifikasi masalah permukiman pesisir. Doxiadis (1970), menyebutkan bahwa ada 5 elemen dasar permukiman yaitu alam, manusia, sosial, struktur bangunan, dan infrastruktur serta permukiman adalah tempat hidup dan berkehidupan. Perkembangan suatu desa di kawasan pesisir pantai, khususnya di kabupaten Manggarai Barat pada prinsipnya didasarkan pada tuntutan kebutuhan kebutuhan masyarakat, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana dasar dalam satu kesatuan kawasan permukiman pesisir pantai. Peningkatan jumlah penduduk di kawasan pedesaan komodo Kabupaten Manggarai Barat telah mengakibatkan tuntutan pemenuhan kebutuhan akan permukiman beserta sarana dan prasarana lingkungan, serta infrastruktur yang lebih memadai dan layak huni, di identifikasi akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara teoritis kawasan permukiman merupakan sekumpulan rumah yang tak terpisahkan dengan sarana dan prasarananya untuk mendukung kehidupan penghuninya. Dengan demikian pembangunan kawasan permukiman pesisir pantai, secara umum sering di permasalahkan, dalam hal jumlah unit yang terbangun serta diindikasikan tidak sebanding dengan angka pertumbuhan jumlah penduduk, termasuk kualitas bangunan permukiman yang dianggap tidak memenuhi standar kualitas layak huni, syarat estetika serta memenuhi kelengkapan infrastruktur yang memadai, sebagai bagian dari sistem atau satu kesatuan kawasan perkotaan, termasuk  Hasil akhir perencanaan tersebut adalah berupa rumusan konsep perencanaan infrastruktur berbasis masyarakat sehingga dari partisipasi perilaku masyarakat terhadap lingkungan bisa meningkatkan kebutuhan dan perbaikan lingkungan serta terlindung dari serangan komodo.

No comments:

Post a Comment