Thursday, 11 April 2019

They are migrants

Kurang paham mengenai migran. Istilah ini sudah aku dengar lebih dari dua puluhan tahun lalu. Sampai di kala aku bertemu dan berada dalam lingkungan yang memungkinkan aku bisa mengenal migrant secara lebih dekat. Apa yang aku lihat. Mereka juga memiliki ciri yang hampir sama dengan kebanyakan orang lokal. Mereka berada dalam situasi yang mana tidak seorang pun bahkan yang pengen ada di situasi demikian. Berbagai alasan memungkinkan mereka untuk meninggalkan negaranya dan mengupayakan kehidupan yang jauh lebih baik. Kedengaran mudah. Iya. Menyimak dari sebagian kisah pilu migrant yang harus susah payah berjuang mendapatkan sejumlah dana cukup besar untuk mengurus keberangkatan dari negara asal sampai ke negara tujuan sementara,mungkin transit. Pengumpulan uang dilakukan dengan bekerja keras selama bertahun-tahun. Ini bagi yang beruntung bisa kerja. Bagaimana dengan yang tidak memiliki kesempatan kerja. Menghadapi persekusi dan gejolak perang tidaklah mudah. Harapan seperti sudah di ujung rambut. Masa demikian menaruh pemikiran ke sesuatu yang bisa jadi tidak menyesuaikan lagi dengan akal meski naluri mendekatkan niat pada keinginan kuat untuk keluar dari tekanan hidup. Ada beberapa migran yang memperoleh hal-hal baru ketika berada di penampungan sementara, mengenai budaya dan bahkan kaitan dengan pengetahuan. Tidak menjadi hal serius, selama masih bisa menekan diri untuk tetap mawas dengan lingkungan sekitar. Pencampuran dan pergaulan yang boleh dikatakan terbatas dan memaksa mencelupkan harkat dan martabat untuk harus menerima apapun yang dihadapi dengan lapang dada. Selalu ada jalan, bagi mereka yang menerima kenyataan akan mudah untuk memprediksi sejak awal akan bekal terpenting bagi perubahan mereka kelak. Tidak demikian halnya dengan yang mengalami traumatisasi dari keberlangsungan yang berasal dari intimidasi maupun keterbelakangan yang menjerat pemikiran mereka sehingga hanya kemustahilan semata yang memenuhi jiwa mereka. Sampai pada titik dimana mereka menunggu akan suatu kepastian, keberpihakan yang mereka hadapi mungkin nampak mendua. Euforia akan kenangan baik saat tiada jalan, membangun jaringan kesan yang kuat dalam pikiran bawah sadar mereka. Layaknya pucuk dicinta ulam pun tiba, gairah kemanusiawian memancar keluar dari bathin mereka, seolah adiksi akan suatu kimiawi unsur yang memberikan efek menenangkan. Mungkin masih ada banyak harapan dibalik kisah sejenak maupun cerita bersambung yang ingin mereka tularkan sampai batas tanpa jangkauan. Membangun kembali persepsi dan menggugah impian memperoleh sesuatu yang jauh lebih tinggi dan memberikan dampak bagi banyak orang merupakan sebuah petikan yang saya lihat dan perhatikan selama hadir dalam sosialisasi dengan kelompok migran.

1 comment:

  1. Kak, kakak kerja di IOM Kupang yah? 😊
    Kalau lihat thread blog kakak "ngelamar di IOM" tahun 2014 dan spertinya masih gabung di IOM yah kak?

    Mau nanya dong, selama 5 tahun kerja di IOM, suka dukanya apa aja sih kak? mau nanya jg nih, posisi kakak di IOM itu kontrak atau gmana yah kak? Soalnya baru2 ini saya juga apply untuk posisi General Service di IOM :) jadi pengen tahu, gmana rasanya kerja di IOM dari sudut pandang kakak :)

    ReplyDelete